KETERBATASAN UU NO.36
TELEKOMUNIKASI TAHUN 1999
Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, misalnya, menegaskan bahwa “...pada dasarnya informasi yang
dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan
harus dilarang” (penjelasan Pasal 40).
Di luar UU Telekomunikasi, beberapa peraturan perundang-undangan yang
juga mengatur tentang tindak penyadapan antara lain UU No. 30 Tahun 2002
tentang KPK, UU No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada tingkat
di bawah undang-undang, terdapat Permenkominfo No 11/PER/M.KOMINFO/020/2006.
Atau pada lembaga penegak hukum tertentu seperti KPK memiliki standard
operating procedure tentang teknis penyadapan. Ragamnya peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyadapan sayangnya mengandung kelemahan.
Satu aturan bertentangan atau tidak sejalan dengan aturan yang lain.
UU Telekomunikasi yang
dibentuk sebelum lahirnya KPK, misalnya, belum mengakomodir keberadaan lembaga
pimpinan Tumpak Hatorangan Panggabean ini. Atau prosedur penyadapan yang diatur
dalam UU Narkotika berbeda dengan prosedur yang selama ini digunakan KPK.
Akibatnya, tindakan penyadapan oleh penegak hukum berjalan sporadis.
UU No. 36/1999 tentang
Telekomunikasi mengancam pidana terhadap perbuatan : memanipulasi akses ke
jaringan telekomunikasi 2. menimbulkan gangguan fisik dan eletromagnetik
terhadap penyelenggaraan telekomunikasi “semua tindak pidana dalam uu no.36
tahun 1999 dinyatakan sebagai tindakan kejahatan” Didalam bab vii (ketentuan
pidana)sama sekali tidak ada ketentuan tentang pertanggungjawaban terhadap
korporasi padahal :“Penyelenggara Telekomunikasi” dapat berupa koperasi,BUMN,
badan usaha swasta dan instansi pemerintah
KESIMPULAN :
Adanya keterbatasan
undang-undang yang dibuat sehingga hanya efektif sebagian karna kurang kuatnya
hukum terhadap instansi pemerintah,korporasi dan sebagainya.
Ragamnya peraturan
perundangan di Indonesia dimana undang-undang yang satu saling bertentangan
Menghadapi kondisi
demikian seyogyanya ada keberanian dan inovasi dari penegak hukum untuk
mengefektifkan peraturan yang ada dengan melakukan interpretasi atau kontruksi
hukum yang bersumber pada teori atau ilmu hukum,pendapat
ahli,jurisprudensi,atau bersumber dari ide-ide dasar yang secara konseptual
dapat di pertanggungjawabkan.
Sumber : http://obelghacuex.blogspot.com/2010/03/keterbatasan-uu-no36-telekomunikasi.html
Sumber : http://obelghacuex.blogspot.com/2010/03/keterbatasan-uu-no36-telekomunikasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar